Jurnalis di Banda Aceh yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Persatuan Wartawan Indonesia, dan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia mengutuk aksi kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan sejumlah anggota TNI Angkatan Udara terhadap dua wartawan di Medan, Sumatera Utara. Sebagai bentuk protes dan solidaritas, puluhan jurnalis di Banda Aceh menggelar aksi simpatik dan doa bersama di depan Masjid Raya Baiturrahman, Jumat (19/8/2016).
Dua wartawan mengalami tindak kekerasan oleh sejumlah anggota TNI Angkatan Udara. Mereka yang menjadi korban adalah Array Argus (Tribun Medan) dan Andri Safrin (MNC TV). Keduanya mengalami tindak kekerasan saat meliput bentrokan antara warga Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia dengan prajurit TNI AU pada Senin lalu. Kekerasan ini mengakibatkan kedua jurnalis itu mengalami patah tulang dan mendapat perawatan intensif di rumah sakit.
Pemukulan terhadap Array dan Andri menambah deretan panjang kasus kekerasan terhadap wartawan di Indonesia. Aksi main hakim sendiri ini melanggar Undang-undang No 40/1999 tentang Pers. Dalam Pasal 18 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang yang melawan hukum dengan menghambat atau menghalang-halangi pekerjaan jurnalis dikenai hukuman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta.
Para jurnalis di Banda Aceh, dalam aksinya, menuntut agar pelaku diseret ke meja hijau dan dijerat menggunakan UU No 40/1999 tentang Pers. Ketua AJI Banda Aceh Adi Warsidi menyebutkan, kasus pemukulan ini tidak bisa ditoleransi dengan alasan apa pun.
“Semua pihak, terutama aparat yang mengerti hukum, seharusnya tidak main pukul terhadap wartawan dan warga. Selesaikan kasus ini secara hukum. Kami menuntut agar Polisi Militer bisa menindak dan menangkap anggota TNI AU yang melakukan pelanggaran hukum dan pemukulan terhadap jurnalis,” kata Adi Warsidi.
Hal senada dikemukakan Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Aceh Didik Ardiansyah. “Jangan diamkan kasus kekerasan terhadap wartawan ini. Seret pelaku ke pengadilan,” ujarnya.
AJI dan IJTI mendesak agar Polisi Militer menegakkan aturan hukum bagi personel TNI Angkatan Udara yang melakukan tindak kekerasan terhadap wartawan dan warga. “Hormati jurnalis yang melakukan kerja-kerja jurnalistik di lapangan. Kepada wartawan, penting berperilaku profesional dan penuh kehati-hatian dalam melakukan liputan,” tambah Adi Warsidi yang juga wartawan Tempo itu.
Aksi damai ini diisi dengan mengusung aneka poster yang mengecam tindakan TNI Angkatan Udara. “Pak TNI AU, kami wartawan, bukan Pokemon,” salah satu poster berbunyi. “Jangan bunuh kami. Pecat mereka yang terlibat dalam aksi kekerasan terhadap jurnalis,” tambah Afifuddin, koordinator aksi.
Selain orasi dan gelar poster, para jurnalis juga membacakan ayat Kursi dan doa bersama. “Semoga Allah membukakan pintu hati bapak-bapak TNI AU dan semua kalangan agar tidak menganiaya atau menghalangi kawan-kawan jurnalis dalam meliput,” kata Iqbal dari KBR Antero saat memimpin pembacaan doa. []