Realisasi pelaksanaan anggaran Pemerintah Aceh serta pengerjaannya dilapangan harus disampaikan secara transparan kepada seluruh rakyat Aceh, sehingga masyarakat bisa menilai sejauh mana capaiannya, baik itu urusan yang sifatnya wajib maupun urusan pilihan dalam mencapai visi dan misi pemerintah Aceh tahun 2012-2017.
Hal demikian disampaikan Ketua DPR Aceh Muharuddin pada pembukaan masa persidangan III Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dengan agenda pembahasan rancangan qanun tentang pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Aceh tahun anggaran 2015, di ruang sidang paripurna DPR Aceh, Kamis (18/08).
Muharuddin mengingatakan, untuk mencapai visi-misi pemerintah Aceh, para kepala SKPA harus bekerja keras, untuk merealisasikan sejumlah program yang belum tercapai, karena pada kenyataannnya di lapangan, pansus-pansus DPR Aceh melakukan menemukan kenyataan banyak realisasi program yang tidak sesuai dengan laporan.
“Jangan hanya melaporkan kepada gubernur bahwa kegiatan tersebut telah terlaksana dengan baik, padahal kenyataannnya di lapangan ketika pansus-pansus DPR Aceh melakukan pengecekan langsung ditemukan kenyataan disana-sini yang tidak sesuai dengan laporan,”lanjutnya.
Muharuddin menambahkan, pertanggungjawaban pelaksanaan APBA tahun anggaran 2015 merupakan bagian dari proses pengelolaan keuangan Aceh setelah proses penyusunan RAPBA, persetujuan RAPBA oleh DPRA, evaluasi oleh pemerintah pusat, penetapan menjadi APBA, dan pelaksanaan APBA selesai dilakukan.
Muharuddin meningatkan, DPR Aceh memiliki wewenang untuk mengawasi pertanggungjawaban pelaksanaan APBA. Terutama untuk memastikan bahwa pelaksanaan APBA dapat mencapai sasaran dan target yang telah ditetapkan oleh gubernur Aceh dalam Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) tahun 2015.
“Dapat dikatakan bahwa konteks pengawasan yang DPR Aceh lakukan adalah untuk memastikan bahwa keputusan-keputusan yang diambil oleh gubernur Aceh untuk melaksanakan APBA tahun 2015, apakah telah sesuai dengan RKPA tahun 2015, KUA dan PPAS APBA tahun 2015 serta dokumen perencanaan dan penganggaran lainnya serta norma-norma hukum pemerintahan,”lanjutnya lagi.
Sementara itu gubernur Aceh Zaini Abdullah yang diwakili oleh Assiten II Setda Aceh Zulkifli Hs, menyebutkan program dan kegiatan yang telah direncanakan pada setiap SKPA tahun 2015, rata-rata dapat terealisasikan diatas 90 %.
Pantauan wartawan di ruang paripurna DPR Aceh, sejumlah anggota DPR Aceh menyampaikan interupsinya dalama persidangan tersbeut. Umumnya mereka mempertanyakan ketidakhadiran Gubernur Aceh pada rapat-rapat paripurna DPR Aceh.
Selain itu pidato yang turut dibagikan kepada seluruh anggota dewan juga tidak ditandatangani oleh gubernur Aceh Zani Abdullah. “Ini kalau diketahui oleh BPK RI perwakilan Aceh, kedepan kita bisa nggak dapat lagi ni WTP. Masak di Pidato Gubernur hanya tulisa DTO saja, paraf pun tidak ada,”ujar Zuriat Suparjo, Anggota Fraksi Golkar melontarkan protesnya.
Interupsi lain datang dari Anggota Fraksi Demokrat Jamaludin T Muku dan Iskandar Daod, kemudian anggota Fraksi Partai Aceh Iskandar Usman dan Abdullah Saleh.