Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mulai membahas Rancangan Qanun (Raqan) Aceh tentang Sistem Jaminan Halal. Pembahasan Raqan tersebut direncanakan selesai dan diparipurnakan pada November 2016.
Pembahasan dimulai pada, Kamis (28/07) di ruang Banmus DPR Aceh dipimpin Ketua Komisi VII DPR Aceh Ghufran Zainal Abidin, turut dihadiri perwakilan MPU Aceh, Majelis Aceh Aceh (MAA) LPPOM MPU Aceh, Biro Hukum Pemerintah Aceh dan Balai Besar Pemeriksa Obat dan Makanan (BBPOM).
Ghufran mengatakan, Komisi VII bersama mitra terkait akan memacu pembahasan Rancangan Qanun yang dinilai sangat penting tersebut sehingga bisa disahkan dalam tahun ini.
Ia menyebutkan, meskipun Aceh telah menerapkan syariat Islam, namun banyak produk-produk luar yang masuk ke Aceh yang harus diverifikasi kehalalannya. Tujuan dari pembahasan Rancangan Qanun tersebut diakui Ghufran, untuk memberikan kenyamanan bagi masyarakat Aceh dalam memilih makanan untuk dikonsumsi.
“Rancangan qanun ini kita komitmen untuk menyelesaikan tahun ini, dan Komisi VII mendapatkan amanah untuk membahas qanun ini. Ini menyangkut dengan banyaknya produk luar masuk ke Aceh dan produk Aceh yang harus dijamin kehalalannya sehingga masyarakat tenang, sehingga ini sangat penting sekali,”ujar Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aceh itu.
Sementara itu bedasarkan draft Rancangan Qanun yang dibagikan, Raqan ini akan mengatur sejumlah persoalan seperti pengawasan terhadap produk halal yang meliputi asal bahan baku, proses produksi, fasilitas produksi, produk microbial dan penggunaannya, penyebarluasan dan pemantaauan penerapan teknologi panen, pasca panen dan pengolahan hasil, hasil tanaman pangan dan holtikultura, peredaran produk makanan dan minuman, baik yang berkemasan maupun tidak berkemasan, selanjutnya asal bahan-bahan baku dan prosesnya untuk membuat obat dan makanan.
Pada draft Raqan juga diatur terkait dengan tugas, fungsi dan wewenang LPPOM MPU Aceh, pembiayaan, peran serta masyarakat serta ketentuan pidana.