Gubernur Aceh Zaini Abdullah menyebutkan hingga saat ini pemerintah Aceh belum menerima surat resmi dari pemerintah pusat terkait pembatalan sejumlah qanun Aceh oleh Menteri Dalam Negeri.
Hal demikian diungkapkan Gubernur Aceh disela-sela menghadiri rapat paripurna pembukaan masa persidangan II tahun 2016 DPR Aceh dengan agenda penyampaian pembahasan rancangan qanun prolega prioritas tahun 2016, di DPR Aceh, Selasa (28/06).
Zaini mengatakan pemerintah Aceh akan merespon persoalan tersebut jika sudah ada surat resmi dari pemerintah pusat. Zaini berharap jangan ada lagi pihak-pihak mengobok-obok sejumlah regulasi di Aceh. Zaini mengaku akan mempertayakannya kepada presiden atau wakil presiden jika hal itu benar-benar terjadi.
“Aceh ini ka nada spesialisnya yang harus diperhatikan, jangan dilangkahi. Kalau itu terjadi saya tidak segan-segan untuk menjumpai presiden jokowi ataupun wakil presiden. Yang pasti ini harus kita perjuangkan,”ujar Zaini.
Sementara itu dalam sambutan saat membuka sidang paripurna DPR Aceh itu, Ketua DPR Aceh Muharuddin menyampaikan keprihatinannya atas informasi pembatalan enam qanun Aceh oleh Menteri Dalam Negeri.
Muharuddin merincikan keenam qanun itu masing-masing, qanun Aceh nomor 1 tahun 2014 tentang retribusi jasa usaha, qanun Aceh nomor 15 tahun 2013 tentang pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara, qanun Aceh nomor 14 tahun 2013 tentang pengelolaan barang milik daerah, qanun Aceh nomor 6 tahun 2012 tentang perkebunan, qanun Aceh nomor 4 tahun 2011 tentang irigasi dan qanun Aceh nomor 6 tahun 2008 tentang penyelenggaraan administrasi kependudukan.
”Atas dasar itu DPR Aceh meminta pemerintah Aceh untuk melakukan klarifikasi kepada pemerintah pusat dalam hal ini kementrian dalam negeri terkait alasan pembtalan,”lanjutnya.
Muharuddin berharap cara-cara pembatalan qanun Aceh yang dipraktekkan oleh Menteri Dalam Negeri tidak terulang lagi dimasa mendatang. Jikapun akan ada qanun yang akan dibatalkan oleh pemerintah, ia berharap agar diawali dengan konsultasi bersama dengan pemerintah Aceh dan melibatkan DPR Aceh.