Anggota Komisi III DPR RI, HM Nasir Djamil memberikan sejumlah catatan terhadap Perppu Kebiri atau lebih tepatnya Perppu Perlindungan Anak yang baru dikeluarkan Presiden Jokowi, Rabu (25 /05/ 2016) di Jakarta.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu memberikan catatan terhadap jenis pidana tambahan berupa hukuman kebiri kimia yang ternyata tidak permanen yang dilakukan paling lama sesuai dengan pidana pokok yang dijatuhkan.
“Akibat kebiri tidak permanen, maka akan menimbulkan pertanyaan bagaimana efek jeranya? Kalaupun permanen akan mengancam hak asasi dan kodrati manusia berkaitan dengan urusan biologis,”ujarnya.
Oleh karena itu, politisi asal Aceh ini mengatakan seharusnya tidak perlu diberi hukuman kebiri, akan tetapi langsung hukuman mati. “Ini nanti akan terkait penerapannya yang harus proporsional dan terukur,”lanjutnya.
Selanjutnya, Nasir Djamil juga mengkritisi tidak adanya pasal mengenai upaya pencegahan dan rehabilitasi kepada anak korban kekerasan seksual. “Padahal ini seharusnya menjadi bagian utuh dalam Perppu, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam program-program pemerintah, baik pusat maupun daerah,”katanya lagi.
Nasir menyebutkan, hukuman yang berat semestinya juga diikuti dengan langkah-langkah antisipasi yang memadai. Pemerintah diakuinya bertanggung jawab menciptakan lingkungan yang dapat mereduksi kemungkinan para pelaku pedofil beraksi.
“Pemerintah juga misalnya harus berpikir bagaimana membuat tayangan-tayangan yang dikonsumsi masyarakat tidak justru mendorong perilaku-perilaku menyimpang,”lanjutnya lagi.
Namun demikian, Nasir Djamil memberikan apresiasi atas sikap responsif Presiden Jokowi terhadap kondisi darurat kekerasan seksual, khususnya kepada anak.
Terakhir Nasir Djamil juga berharap para hakim yang menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak untuk memiliki frame yang sama akan darurat kekerasan seksual terhadap anak. Karenanya, para hakim diminta agar memberikan hukuman yang seberat-beratnya terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak tersebut,”pungkas Nasir.