Proses seleksi calon anggota Komisi Informasi Aceh (KIA) periode 2016-2010 yang tengah dilakukan oleh tim seleksi harus menjunjung tinggi nilai independensi dan bebas dari kepentingan politik. Tim seleksi juga diminta untuk menolak intervensi dari oknum-oknum tertentu.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Hafidh, Selasa (8/3) seiring dikeluarkannya pengumuman hasil seleksi administrasi calon anggota Komisi Informasi Aceh. “Karena kemungkinan adanya ‘orang titipan’ dari pihak-pihak tertentu dalam seleksi ini bisa saja terjadi, sebagaimana pengalaman di beberapa provinsi sehingga berdampak pada mandulnya kinerja Komisi Informasi setempat,” ujarnya.
Menurutnya, lahirnya komisioner yang berintegritas yang akan mengisi KIA ke depan sangat diperlukan untuk memastikan kinerja KIA yang lebih baik di masa mendatang. Oleh sebab itu, sebutnya, tim seleksi harus bekerja secara terbuka dan berpedoman secara totalitas pada prosedur yang berlaku.
“Tim seleksi harus menolak secara tegas segala bentuk intervensi dari siapa pun yang dapat mempengaruhi keputusan tim seleksi hingga pada tahapan memastikan 10 hingga 15 nama kandidat yang akan diuji kelayakan dan kepatutatnya oleh DPRA,” kata Hafidh. Karena, menurutnya, KIA ke depan semakin strategis sehingga sangat memungkinkan munculnya intervensi yang punya kepentingan dengan mandat Komisi Informasi Aceh tersebut di masa mendatang.
Hafidh menjelaskan, MaTA memandang bahwa keberadaan Komisi Informasi Aceh memiliki posisi yang sangat strategis dalam rangka mewujudkan pelaksanaan keterbukaan informasi di Aceh. Atas dasar itu, sebutnya, maka menjadi sangat penting bagi publik untuk peduli dan terlibat aktif dalam mengawal proses rekrutmen calon komisioner pada Komisi Informasi Aceh yang saat ini sedang berlangsung.
Lebih lanjut, kata Hafidh, sebagai bentuk dukungan dan komitmen MaTA untuk mendorong terbentuknya KIA baru yang berintegritas, pihaknya akan melakukan rekam jejak (tracking) para kandidat komisioner yang nantinya akan disampaikan kepada Tim Seleksi dan DPRA sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam proses seleksi sebagai bagian dari partisipasi masyarakat.
Dengan dinamika saat ini, MaTA memandang bahwa para calon Komisioner yang akan disampaikan kepada DPRA untuk dilakukan fit and proper test, perlu dilakukan uji publik. Oleh sebab itu, Hafidh mengusulkan agar tim seleksi mengadakan satu sesi penyampaian visi misi di depan publik. “Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui visi, misi dan rencana aksi masing-masing calon Komisioner KIA ke depan terhadap upaya percepatan implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di Aceh ke depan,” sebutnya.
Pihaknya meminta uji publik tersebut bukan hanya dilakukan oleh tim seleksi, namun hal yang sama juga dilakukan oleh DPRA. “Sangat bagus sekali apabila uji kelayakan dan kepatutan di DPRA juga terbuka kepada publik, sehingga komisioner terpilih nantinya merupakan komisioner yang berkualitas terbaik dan punya integritas yang tinggi,” pungkas Hafidh.