Produksi Sabu, Sofyan Divonis Hukuman Seumur Hidup

Majelis hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh memvonis Shofyan bin M Yahya Daud hukuman seumur hidup karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah meracik dan memproduksi sabu-sabu serta diedarkan ke masyarakat.

Vonis seumur hidup tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Eddy SH didampingi anggota Supriadi SH dan Nurmiati SH dalam sidang di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Senin.

Hukuman tersebut berbeda dengan tuntut jaksa. Pada persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Mairia Efita Ayu menuntut terdakwa Shofyan bin M Yahya Daud dengan pidana mati.

Pada persidangan tersebut, terdakwa hadir mengenakan rompi tahanan Kejaksaan Negeri Banda Aceh. Usai majelis hakim mengetuk palu sidang, terdakwa langsung beranjak dari kursi pesakitan dan tampak tertawa kepada pengunjung sidang yang memenuhi ruang utama PN Banda Aceh.

“Dari fakta selama persidangan, tidak ditemukan adanya alasan pembenar maupun pemaaf dari perbuatan yang dilakukan terdakwa,” tegas Eddy, ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut.

Terdakwa merupakan narapidana narkoba yang sudah divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan hukuman 19 tahun penjara. Terdakwa dipenjara sejak Februari 2011.

Sebelumnya, terdakwa ditahan di penjara di Jakarta dan dipindah ke penjara Lapas Banda Aceh. Terdakwa Shofyan kembali ditangkap di sebuah rumah di Neusu, Banda Aceh, karena kedapatan memproduksi sabu-sabu pada 12 Januari 2015.

Menurut majelis hakim, terdakwa Shofyan terbukti bersalah memproduksi narkoba golongan satu jenis sabu-sabu lebih dari lima gram. Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 113 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

“Menghukum terdakwa dengan hukuman seumur hidup. Adapun barang bukti sabu-sabu lebih 200 gram serta alat produksi sabu-sabu lainnya disita dan dirampas untuk negara,” kata Eddy.

Majelis hakim sependapat dengan jaksa penuntut umum terkait pasal yang dilanggar. Namun, dalam hal penjatuhan hukuman pidana mati terhadap terdakwa Sofyan, majelis hakim tidak sependapat dengan JPU.

Pasalnya, masalah hukuman mati di Indonesia masih terjadi pro dan kontra. Majelis juga mengutip beberapa aturan yang ada, seperti  penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).

Di akhir vonisnya, majelis hakim mempertimbangkan hal memberatkan. Terdakwa merupakan narapidana dengan hukuman 19 tahun penjara. Perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah memberantas narkoba. Perbuatan terdakwa merusak masyarakat secara umum khususnya generasi muda,

“Selain mempertimbangkan hal memberatkan, majelis hakim  juga mempertimbangkan hal meringankan bahwa terdakwa kooperatif, menyesal atas perbuatannya serta terdakwa merupakan tulang punggung keluarganya,” kata majelis hakim.

Sementara itu, Kadri Sufi, penasihat hukum terdakwa Shofyan bin M Yahya Daud, usai persidangan menyatakan tidak sependapat dengan vonis yang dijatuhkan untuk kliennya itu. Sebab, apa yang dilakukan oleh terdakwa belum ada hasilnya.

“Kami memerlukan waktu selama satu minggu untuk menyatakan apakah banding atau menerima putusan tersebut. Untuk saat ini kami menyatakan pikir-pikir dulu,” ujar Kadri.(Antara)

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads