Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meningkatkan langkah-langkah pemberantasan korupsi di daerah ini sehingga cita-cita menjadikan Pemerintah Aceh yang “good government” dan “clean government” dapat tercapai
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Daerah Aceh, Drs. Dermawan, MM saat membacakan kata sambutan Gubernur Aceh pada pembukaan acara Semiloka Koordinasi Supervisi Pencegahan Korupsi di Lingkungan Pemerintah Aceh yang dilaksanakan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berkerjasama dengan KPK di Ruang Serbaguna Setda Aceh, Banda Aceh, Jumat (30/10).
Acara yang dihadiri oleh para bupati/walikota se-Aceh dan Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) serta beberapa beberapa unsur terkait membahas rencana aksi dan tindak lanjut BPKP dan KPK dalam mengoptimalisasikan tugas pemberantasan korupsi di daerah.
Gubernur Zaini dalam kata sambutannya menyampaikan apresiasi dan ucapan terimakasih kepada KPK yang telah menfasilitasi acara tersebut dan mendorong seluruh jajaran Pemerintahan di Aceh untuk semakin gigih dalam menjalankan upaya pencegahan dan penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi.
“Korupsi adalah isu sensitif yang oleh masyarakat awam kerap dikaitkan dengan jabatan di eksekutif dan legislatif. Hal ini tidak bisa kita hindari, sebab faktanya cerita tentang korupsi dan para pejabat yang tertangkap karena kasus ini selalu menjadi kabar yang banyak mendapat sorotan publik,” kata Gubernur Zaini.
Oleh karena itu Gubernur menegaskan, para pelaku korupsi termasuk para pejabat yang mendapat amanah untuk menjalankan kebijakan pemerintahan di negeri ini harus diadili secara tegas. “Siapapun dia, termasuk pejabat tinggi sekalipun, jika terbukti, pasti akan diberi tindakan tegas,” ujarnya.
Gubernur Zaini mengatakan, dalam program reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang dijalankan Pemerintah Aceh, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme termasuk fokus perhatian di daerah ini.
“Bahkan saya selaku Kepala Pemerintahan Aceh pernah meminta KPK untuk meningkatkan langkah-langkah pemberantasan korupsi di daerah ini. Langkah pemberantasan yang dimaksud tidak hanya penindakan, tapi juga visioning atau supervisi dan koordinasi untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi itu,” kata Gubernur.
Gubernur menambahkan, upaya pemberantasan korupsi yang terbaik adalah bagaimana kita melakukan pencegahan sejak dini sehingga gerakan anti korupsi menjadi budaya di daerah kita ini. “Seperti kata pepatah, mencegah lebih baik dari mengobati atau menindak,” kata Gubernur Zaini yang juga pernah berprofesi sebagai seorang dokter.
Menurut Gubernur Zaini, penanaman nilai anti-korupsi dapat disosialisasikan tidak hanya dalam persfektif hukum, tapi juga harus menggunakan pendekatan Islam dalam upaya pemberantasan korupsi berdasarkan perspektif Syariat Islam.
“Dalam hal ini ada empat hal yang perlu kita lakukan secara bersamaan, yaitu: penguatan visi dan pemahaman terhadap semangat anti korupsi, mensosialisasikan langkah-langkah pencegahan, meningkatkan upaya penindakan dan mendorong peran masyarakat sipil dalam memantau dan mengkritisi kebijakan di Aceh,” kata Gubernur.
Dengan melakukan empat langkah tersebut, Gubernur Zaini berharap semangat anti korupsi menjadi sebuah budaya yang membumi di Aceh. “Jika pemerintahan berjalan dengan bersih, maka kita pasti akan bisa melaksanakan program-program yang efektif, efisien, dan bermanfaat bagi masyarakat,” pungkasnya.
Acara semiloka tersebut turut diisi dengan diskusi panel yang dihadiri oleh Kepala Inspektorat Aceh, Syahrul Badrudin sebagai moderator dan pembicara yang terdiri dari Kasatgas Koordinasi Supervisi Pencegahan, Nurul Ichsan Alhuda dan Direktur Pengelolaan Keuangan Wilayah I BPKP RI, Dodi Setyadi dan Kepala BPKP Aceh, Afrizi Hadi. ADV