Senator Fachrul Razi yang juga Sekretaris Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Aceh, Minggu (27/9/2015) dalam kunjungan kerjanya di Aceh melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di kantor Forum LSM Aceh di Lambhuk Banda Aceh. Kegiatan FGD ini bertujuan untuk menginventarisir materi terkait implementasi UU Desa serta membekali perangkat gampong dan perwakilan sejumlah LSM yang berhadir guna terlaksananya pembangunan dan pengelolaan Gampong di Aceh secara profesional sesuai amanah dan Peraturan Perundang – undangan saat ini.
Disamping itu kegiatan FGD ini juga menyorot akan kesiapan Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan UU Desa. Kegiatan ini terlaksana atas kerjasama Senator Fachrul Razi anggota DPD RI dengan Forum LSM Aceh. Adapun jumlah partisipan dalam FGD ini sebanyak 35 orang yang dihadirkan mewakili unsur Legislatif, Pemerintahan Gampong, Mukim, Akademisi, LSM/NGO, Tokoh Masyarakat, unsur Perempuan, Organisasi Kepemudaan dan Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM).
Dalam kesempatan tersebut Senator Fachrul Razi menyatakan bahwa kehadiran UU No. 6/2014 menegaskan pengakuan otonomi desa dalam menentukan prioritas pembangunan dan penggunaan dana. pengakuan otonomi desa dalam menentukan prioritas pembangunan dan penggunaan dana. Desa berhak untuk merencanakan, melaksanakan, monitoring dan evaluasi pembangunan secara mandiri berdasarkan prakarsa lokal desa.
Menurutnya proses melakukan pengawalan terhadap implementasi Undang – Undang Desa menjadi penting untuk dilakukan oleh berbagai komponen terutama organisasi masyarakat sipil di Aceh. Untuk memastikan implementasi Undang – Undang Desa berjalan dengan baik, maka kita membentuk Kaukus Penguatan Gampong/Desa dan kami mengajak berbagai elemen di Aceh untuk bergabung di kaukus tersebut guna melakukan pengawalan implementasi Undang – Undang Desa sehingga berdampak bagi terwujudnya Desa/Gampong yang mandiri dan sejahtera , tegasnya.
Sementara itu, Sekjen Forum LSM Aceh, Roys Vahlevi menambahkan masih terdapat titik kritis dalam implementasi UU Desa tersebut. Titik kritis terjadi bila Keadilan dan Tata Kelola Demokrasi di Desa tidak terbentuk. Salah satu dampaknya adalah terbukanya peluang munculnya kekuasaan desa yang berkecenderungan meminggirkan kelompok-kelompok miskin-marginal, perempuan, anak-anak, warga disabilitas, ujarnya.
Untuk itu, menjadi relevan, bila semua pihak yang ada di Aceh ini bertanggung jawab untuk mengawal penerapan Undang – Undang Desa agar benar-benar berdaya guna dalam meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan Gampong/Desa, tandasnya.
Begitu juga salah satu peserta mewakili unsur Pemerintah Daerah Muhammad Iswanto SSTP MM mengungkapkan bahwa dalam kegiatan FGD ini didapatkan beberapa titik rawan yang harus dikawal penerapannya bersama – sama, diantaranya : 1) Tata Aturan Kewenangan dan Asal usul Asli Desa. 2) Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan RAPB Des yang Partisipatif dan sesuai ketentuan. 3) Pengelolaan Dana Desa. 4) Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Kegiatan dengan Pembiayaan Dana Desa. 5) Pembentukan dan Pengembangan BUMDES dan 6) Pola Pendampingan Masyarakat Miskin oleh Pemerintah dan Masyarakat.
Forum LSM Aceh dari Kegiatan FGD ini juga menghasilkan beberapa rekomendasi dan rencana strategis dalam rangka mendukung implementasi Undang – Undang Desa di Aceh. Kuncinya terletak pada keadilan dan tata kelola demokrasi di Gampong/Desa. Diantaranya: 1. terbentuknya kaukus penguatan desa/gampong; 2. Adanya wadah pengelolaan pembelajaran (knowledge management) pembangunan desa/gampong dengan membuat web bersama, dan 3) pusat pengaduan terkait dengan dana UU Desa salah satunya dalam bentuk sms center.