Walaupun perdamaian Aceh sudah berlangsung satu dekade, namun Pemerintah Aceh dinilai telah gagal dalam mengoptimalkan pembangunan dan mensejaterakan kehidupan masyarakat Aceh.
Pernyataan itu disampaikan puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Aceh Pecinta Perdamaian (ForMAPP), saat melakukan aksi unjuk rasa memperingati 10 tahun perdamaian Aceh di Bundaran Simpang Lima Banda Aceh, Jumat (14/8).
Koordinator Aksi, Tuanku Muhammad mengatakan, meski perdamaian Aceh sudah berjalan sepuluh tahun, namun hingga saat ini Pemerintah Aceh tetap belum mampu untuk mensejahterakan masyarakat Aceh.
“Itu membuktikan bahwa Pemerintah Aceh masih gagal dalam mengoptimalkan pembangunan dan mensejahterakan masyarakat Aceh,” katanya dalam orasi.
Menurutnya, perdamaian merupakan suatu awal yang baru dalam kehidupan masyarakat Aceh untuk hidup lebih baik dan sejahtera setelah dilanda konflik berkepanjangan. “Tapi sudah sepuluh tahun damai Aceh tapi tidak membuat kehidupan masyarakat Aceh yang lebih baik, malah banyak masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan,” ungkapnya.
Sebenarnya, masyarakat lebih sejahtera bila Pemerintah Aceh mampu mengoptimalkan segala potensi sumber daya alam (SDA) yang dimiliki. Tapi, akibat pemerintah tidak mampu mengoptimalkan potensi yang ada untuk mensejahterakan masyarakatnya, maka muncul konflik baru di internal para mantan anggota kombatan. Juga kemungkinan terjadi perpecahan provinsi Aceh menjadi beberapa provinsi, seperti Aceh Leuser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (ABAS).
Untuk itu, ForMAPP menuntut pemerintah agar melakukan pembangunan yang merata di segala bidang secara adil tanpa diskriminasi ke seluruh wilayah Aceh.
“Kami juga meminta segenap elemen pemerintah fokus dalam memperjuangkan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) dan turunannya untuk kesejahteraan masyarakat Aceh,” pungkasnya
Mahasiswa juga menyoroti kondisi internal pemerintahan Aceh. Mereka menilai, ketidakharmonisan antara Gubernur Zaini Abdullah dengan Wakil Gubernur Muzakir Manaf
Konflik antara gubernur dan wagub berdampak tidak baik terhadap masyarakat karena bisa menghambat program-program pembangunan yang mestinya dapat diwujudkan keduanya.
Mahasiswa juga menyinggung kinerja Wali Nanggroe Aceh, Malek Mahmud Al-Haytar, yang tidak berbuat apa-apa atas ketidakharmonisan gubernur dan wagub. Seharusnya, wali nanggroe dapat menyelesaikan ketidakharmonisan gubernur dan wagub.(analisa)