Partai Aceh (PA) dan Komite Peralihan Aceh (KPA) menyatakan kekecewaannya terhadap kepemimpinan Pemerintah Provinsi Aceh saat ini yang dinilai belum mampu mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat se¬tempat.
Pemerintah Aceh di bawah pimpinan Gubernur Zaini Abdullah dinilai belum ada terobosan apapun, baik secara politik maupun pemberdayaan ekonomi masyarakat secara menyeluruh.
Kekecewaan itu terungkap dalam acara silaturrahmi dan rapat unsur pimpinan KPA-PA seluruh Aceh di Kantor DPA PA Banda Aceh, Senin (20/4) malam. Acara silaturahmi ini diikuti oleh seluruh Ketua KPA dan seluruh Ketua Dewan Pimpinan Wailayah Partai Aceh (DPW-PA).
Acara yang berlangsung secara internal itu, lebih membicarakan kepada autokritik internal, yang berbuah pada curahan hati kepada pimpinan pusat PA.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut Ketua Umum KPA/DPA Partai Aceh, Muzakir Manaf, Wakil Ketua KPA/DPA-PA Kamaruddin Abubakar alias Abu Razak, Sekretaris Jenderal DPA-PA Mukhlis Basyah dan seluruh pimpinan wilayah, Juru Bicara KPA Pusat, Mukhlis Abee dan Juru Bicara Partai Aceh, Suadi Sulaiman.
“Pernyataan yang lebih mengarah kepada Pemerintah Aceh sebagai pemegang otoritas dalam pemerintahan, namun para pimpinan tingkat wilayah lebih kecewa terhadap sikap Gubernur Aceh yang belum berhasil melakukan terobosan apapun untuk Aceh,” ujar Juru Bicara DPA Partai Aceh, Suadi Sulaiman, Selasa (21/4).
Akibatnya, juga terjadi akumulasi ketidakpercayaan terhadap Pemerintah Aceh, sehi¬ngga terkesan Gubernur Aceh meninggalkan anak-anaknya. Sedangkan Muzakir Manaf sebagai Wakil Gubernur tidak bisa mengambil kebijakan apapun karena tidak diberikan mandat oleh gubernur.
Sadar dan Sedih
Wagub pada rapat tersebut, sangat sadar dan sedih karena tidak mampu mensejahterakan mantan kombatan GAM, para korban konflik dan masyarakat Aceh.
“Saya sebagai pimpinan Partai Aceh, Insya Allah akan berusaha semampunya,” kata Suadi Sulaiman mengutip pernyataan Wagub Muzakir Manaf.
Lebih lanjut pria yang akrab disapa Adi Laweung ini menambahkan, pihaknya sa¬ngat berharap Gubernur Aceh bisa menyele¬saikan berbagai masalah yang ada, tentunya dengan melibatkan wakil gubernur seba¬gai orang yang akan dinotadinaskan sewaktu-waktu, juga dengan semua pihak.
Pihak ini pun tentunya bukan pembisik yang menghancurkan program Pemerintah Aceh yang pernah diutarakan dalam visi dan misi pasangan Zaini Abdullah dan Muzakir Ma¬naf (Zikir) serta rancangan kerja dan pembangunan daerah.
”Juga bukan pembisik yang menghancurkan hubungan antara gubernur dengan wakil¬nya, tim ini harus benar-benar tim yang mampu menciptakan kondisi pemerintahan yang bersih, baik dan terukur, sehingga perencanaan pembangunan daerah tidak melenceng dari visi dan misi, lebih lagi Aceh ini adalah daerah bekas konflik dan baru sepuluh tahun masa damai,” katanya.
Juru Bicara DPA Partai Aceh, Suadi Sulaiman mengatakan pernyataan para eks kombatan GAM dalam rapat koordinasi PA-KPA itu merupakan bentuk curahan hati mereka. “Pernyataan kekecewaan ini disampaikan di depan Wagub. Mereka juga tahu Wagub tak dilibatkan dalam pemerintahan,” katanya.
Terkait keadaan ini, kata Adi, para eks kombatan GAM juga memahami keadaan itu. “Kami sangat merasakan bagaimana susahnya menyampaikan aspirasi kepada Gubernur. Jangankan mengadu nasib, bertemu secara formal pun amat sulit beliau terima. Semoga orangtua kami bisa kembali bersama sama lagi,” katanya lagi.
Pada rapat PA/KPA tersebut, salah seo¬rang eks kombatan GAM, Saiful Bahri bin Jalil, yang merupakan mantan Panglima Sagoe Tgk Chik di Buloh sekaligus Dan Ops Daerah II KPA Pasee menyampaikan kekesalannya kepada Pemerintah Aceh.
Menurutnya, Pemerintah Aceh tidak be¬kerja sesuai komitmen yang disampaikan semasa kampanye pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2012 lalu.
“Pada malam ini kami minta penjelasan dari pemimpin. Kami sudah bekerja sesuai perintah komando, kami sudah memenangkan pasangan Zikir (Zaini Abdullah-Muzakir Manaf), kalau tidak bekerja sesuai komitmen, maka silahkan mundur,” tandas Saiful. (analisa)