Masyarakat dari berbagai kalangan di Aceh menyampaikan sedikitnya sembilan pesan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melakukan kunjungan kerja ke wilayah provinsi itu selama tiga hari, 8-10 Maret 2014
Pesan-pesan yang berisi harapan untuk pembangunan Aceh dalam berbagai bidang seperti ekonomi, pendidikan, infrastruktur, pembukaan lapangan kerja hingga implementasi syariat Islam.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Asrizal H. Asnawi menyebutkan, selama berakhir sebelum kedatangan Presiden Jokowi ke Aceh, ia telah menerima banyak masukan baik melalui saluran telepon, SMS, BBM, surat maupun masyarakat yang bertemu langsung yang ingin menyampaikan aspirasinya agar diteruskan kepada kepala negara.
“Setelah kami kumpulkan semua aspirasi yang masuk, setidaknya ada 9 pesan dan harapan masyarakat Aceh kepada Presiden Jokowi guna percepatan pembangunan di Aceh,” ujar Asrizal kepada wartawan, menjelang kedatangan Jokowi ke Aceh, Minggu (8/3).
Ia mengungkapkan, ke-9 pesan tersebut harus segera ditindaklanjuti oleh Presiden. Pertama, Pemerintah Pusat melalui PT Pelindo sebagai BUMN untuk dapat mengoptimalisasikan pelabuhan-pelabuhan yang ada di Aceh sebagai jalur ekspor dan impor hasil bumi bagi masyarakat pantai timur dan barat Aceh serta Dataran Tinggi Gayo. Juga janji pembangunan jalur tol laut di 24 titik yang dimulai dari Indonesia Barat yaitu Banda Aceh harus di realisasikan secepatnya karena informasi terakhir didapatkan untuk wilayah barat, tol laut dimulai dari Sumatera Utara yaitu di Kuala Tanjung, bukan Aceh.
Kedua, Pemerintah Pusat melalui Kementerian BUMN telah menyatakan bahwa Aceh tak termasuk daerah yang akan dilakukan pembangunan Jalan tol. “Pernyataan ini keliru dan terlalu prematur. Pasalnya, kuota kenderaan bermotor (mobil) di Aceh sama jumlah dengan Sumatera Utara. Banyak warga Aceh yang menggunakan plat kenderaan mereka dengan Plat luar Aceh teruma BK (Sumut) dan B (Jakarta). Untuk itu, Pemerintah Pusat harus memasukkan Aceh sebgai salah satu provinsi yang mendapat kuota pembangunan jalan tol serta memperbaiki sarana dan prasarana masyarakat lainnya,” kata Asrizal.
Ketiga, Presiden diminta memprioritaskan pmbangunan pendidikan Aceh,imbas dari puluhan tahun Aceh didera konflik berkepanjangan, sampai saat ini generasi Aceh belum menyeluruh dapat merasakan pendidikan yang layak dan berkualitas, dan keistimewaan Aceh dalam hal pendidikan semakin memudar.
“Karenanya, Pemerintah Pusat harus memprioritaskan Aceh, khususnya mahasiswa Aceh mendapat beasiswa pemerintah lebih besar kuotanya. Serta adanya keistimewaan terkait jalur penerimaan beasiswa daerah terluar, terisolir dan terdepan yang ditetapkan pemerintah,” katanya.
Keempat, kedatangan Presiden ke Aceh adalah untuk meresmikan dimulainya pembangunan waduk bernilai triliunan rupiah di Keureuto, Aceh Utara untuk kebutuhan listrik masyarakat Aceh dan areal pertanian setempat, namun untuk diketahui juga di beberapa tempat lain di Aceh waduk-waduk besar itu juga dibutuhkan untuk mengairi persawahan. “Ini juga untuk kebutuhan hajat hidup orang banyak karena kita tahu 100 persen masyarakat Aceh, masih menjadikan beras sebagai makanan pokok,” sebutnya.
Kelima, UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU-PA) dan turunannya yang masih tertahan di level pemerintah pusat baik tentang keistemewan dan kekhususan Aceh dalam mengelola wilayahnya, pelabuhan atau izin impor bebas di beberapa pelabuhan laut Aceh yang sampai sekarang terkatung-katung kepastiannya.
Keenam, Infrastruktur aceh sudah lumayan walau di beberapa daerah masih belum memadai namun, masih lebih baik dibanding Indonesia bagian timur, yang sangat memprihatinkan adalah laju pertumbuhan ekonomi msyarakat yang sangat kritis. “Hari ini urat nadi kehidupan ekonomi rakyat Aceh hanya tertopang pada dana Otsus APBA dan gaji PNS. Bila tidak ada investor atau pengusaha yang mau menanam modal di Aceh untuk industri maka pengangguran akan terjadi secara massal di Aceh, sehingga berefek pada kriminalitas yang pasti sangat tinggi.
Ketujuh, pemerintah pusat harus memfasilitasi Pemerintah Aceh dan masyarakat Aceh untuk pembentukan lembaga atau badan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh sebagai wujud islah dari perselisihan diantara sesama masyarakat Aceh. Mengingat terlalu banyak nyawa dan harta benda masyarakat yang tidak terlibat dalam konflik, namun menjadi bagian korban dari konflik Aceh yang terlalu panjang di masa lalu.
“Masyarakat Aceh bisa memaafkan tapi belum tentu bsa melupakan. Kita ingin gesekan-gesekan kecil bisa segera teratasi dengan terbentuknya lembaga ini sebagai alat mediasi maaf memaafkan serta menjadi bukti sejaraah bahwa masyarakat Aceh bisa berjabat tangan dan berangkulan dalam sebuah ukhuwah Islamiah,” terang Asrizal.
Kedelapan, Presiden sebagai mandataris negara dan rakyat untuk dapat memberikan jaminan adanya ketersediaan lapangan kerja bagi 1,2 juta pemuda Aceh yang sampai hari ini masih menjadi pencari kerja. Hal ini penting karena jangan sampai Aceh menjadi daerah darurat narkoba. “Bisnis narkoba adalah lapangan pekerjaan terbesar dan termudah yang bisa dilakukan oleh pemuda Aceh dan Indonesia umumnya,” ungkapnya.
Pesan terakhir rakyat Aceh adalah, mengharapkan Presiden Jokowi sebagai seorang muslim kalau ada masalah meminta tolong kepada Allah, jangan kepada makhluk, usahakan untuk shalat lima waktunya di masjid berjamaah dan tepat waktu, karena kalau pemimpin shalat di masjid akan membawa rahmat untuk rakyatnya.