Pemerintah Aceh Didesak Buat Qanun Perlindungan Aqidah

Pemerintah Provinsi Aceh didesak agar segera melahirkan Rancangan Qanun (peraturan daerah-Perda) tentang perlindungan akidah guna mencegah penyebaran aliran sesat dan penistaan terhadap agama.

Qanun tersebut diharapkan bisa segera dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan bisa disahkan untuk diterapkan pada tahun ini.

Sementara aparat penegak hukum yang saat ini sedang menangani para pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) juga diminta untuk melakukan proses hukum terhadap para pe-ngikut kelompok penyebar aliran dan penistaan agama tersebut sesuai dengan perannya ma-sing-masing,

Demikian antara lain enam fatwa yang dikeluarkan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh yang dibacakan Kepala Sekretariat MPU Aceh, Saifuddin Puteh yang diputuskan dalam Sidang Paripurna MPU Aceh di aula majelis tersebut, Kamis (22/1) malam.

MPU Aceh menyatakan, ajaran Gafatar, mencakup pemahaman, pemikiran, keyakinan, dan pengamalan gerakan ini kepada masyarakat adalah sesat dan menyesatkan.

“Karena itu, direkomendasikan agar Pemerintah Aceh dan DPRA dapat segera melahirkan Qanun Aceh tentang Perlindungan Akidah Ahlussunnah Waljamaah,” demikian salah satu isi fatwa tersebut.

Sidang paripurna yang dilaksanakan selama dua hari (21-22 Januari) itu diikuti 35 peserta. Terdiri atas pimpinan dan anggota MPU yang berasal dari kabupaten/kota.

Selain itu, ada delapan tausiah yang dibacakan Saifuddin Puteh, yaitu kepada setiap pengurus, pengikut, dan simpatisan Gafatar wajib bertaubat. Selain itu, Pemerintah Aceh menyediakan tempat rehabilitasi khusus untuk pembinaan para pengurus, pengikut, dan sim-patisan Gafatar.

Para ulama, tenaga pengajar, dan dosen perguruan tinggi juga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan pembinaan umat melalui dakwah secara intensif. “Masyarakat Aceh juga kita harapkan agar tidak terpengaruh terhadap ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam,” kata Saifuddin.

Ditambahkannya, kepada para orang tua agar menjaga anggota keluarganya untuk tidak terjebak dalam lingkaran aliran sesat, dan lembaga pendidikan untuk meningkatkan penga-wasan terhadap perilaku seluruh komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan informal.

Ketua MPU Aceh, Drs Tgk H Ghazali Mohd Syam menyampaikan bahwa di Aceh Gafatar disinyalir sudah hadir sejak awal 2013.

“Penyebaran ajarannya dilakukan secara sembunyi-sem¬bunyi, dan sangat tertutup, sehingga banyak masyarakat yang tidak mengetahuinya. Aliran ini sudah memiliki pengikut lebih dari 50 orang, terse¬bar di beberapa kabupaten/kota di Aceh,” jelasnya.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat pada 2012 sudah menyatakan Gafatar merupakan penjelmaan dari aliran sesat Al Qiyadah Al Islamiyah. Lalu menjadi komunitas Millah Abraham pimpinan Ahmad Mosaddeq. (analisa)

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads