Pemahaman konsep toleransi beragama dalam Islam bukanlah membenarkan dan mengakui semua agama dan keyakinan yang ada saat ini, karena ini merupakan persoalan aqidah dan keimanan yang harus dijaga dengan baik oleh setiap pribadi muslim.
Kesalahan dalam memahami arti toleransi dapat berakibat fatal karena terjadinya “Talbisul haqqa bil bathil”, atau bercampur aduk antara yang hak dan bathil, karena sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.
Kakanwil Kemenag Aceh Ibnu Sa’dan menjelaskan toleransi (tasammuh) beragama adalah saling menghargai, dengan sabar menghormati keyakinan agama dan kepercayaan seseorang.
“Toleransi bukan mengakui semua agama sama, apalagi membenarkan tata cara ibadah umat beragama lain. Toleransi adalah mengakui adanya keberagaman keyakinan dan kepercayaan di masyarakat, tanpa saling mencampuri urusan keimanan, kegiatan, tata cara dan ritual peribadatan agama masing-masing,” ujar Ibnu Sa’dan.
Dikatakannya, toleransi jangan salah diartikan sebagai bentuk pengakuan kita dalam soal aqidah dan ibadah terhadap orang lain.
“Tidak ada toleransi dalam hal aqidah dan ibadah. Karena sesungguhnya bagi orang Islam agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam. Toleransi hanyalah dalam urusan muamalah dan kehidupan sosial,” terangnya.
Sementara Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk. Faisal Ali menyatakan, selain melarang toleransi beragama dalam hal aqidah dan ibadah, Islam juga melarang toleransi dan pengakuan dan mengikuti simbol-simbol agama lain.
Terkait dengan sikap seorang dosen sebuah perguruan tinggi di Banda Aceh yang membawa mahasiswanya belajar tentang studi gender di gereja baru-baru ini, Faisal Ali menyatakan, berpotensi pada pendangkalan aqidah dan kurang menghargai kearifan lokal (local wisdom) yang berlaku di Aceh yang masyarakatnya sensitif dalam hal agama.
Sedangkan Wakil Rektor III UIN Ar-Raniry, Syamsul Rijal menyatakan toleransi dalam menghormati tanpa mengakui keimanan non-muslim. Iman tidak perlu digerus untuk menjadi toleran. Iman Nabi Muhammad SAW dan sahabat sempurna, tapi juga mereka bisa toleran.
“Jadi, toleransi Islam antar umat beragama itu hanya menyentuh ranah sosial. Sehingga, toleransi yang melampaui wilayah sosial ini tidak tepat apalagi jika sudah mengarah pada simbol-simbol agama lain,” katanya.
Membenarkan keyakinan agama lain bukanlah disebut toleransi, tapi pluralisme agama yang mengarah pada sinkretisme Sedangkan pluralisme tidak ada dalam kamus Islam, jelasnya.