Gerak Laporkan Sejumlah Kasus ke KPK

Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh melaporkan dua kasus korupsi sektor sumber daya alam ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu Indikasi Tindak Pidana Korupsi Tentang Potensi Penjualan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada perusahaan Asing di Kabupaten Aceh Selatan oleh perusahaan pemegang IUP dan Indikasi Tindak Pidana Penyalahgunaan Izin atas Hak Guna Usaha (HGU) oleh PT.Bahari Lestari dan PT.Tanjong Raya di Kabupaten Aceh Tamiang.

Dalam Kasus Indikasi Tindak Pidana Korupsi Tentang Potensi Penjualan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada perusahaan Asing di Kabupaten Aceh Selatan oleh perusahaan pemegang IUP. Berdasarkan hasil investigasi GeRAK Aceh ditemukan bahwa enam perusahaan tambang beroperasi di Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, telah menjual konsesi kepada perusahaan asing asal Australia yang bernama PT Prosperity Resources Limited.

Keenam perusahaan tersebut, yakni PT Bintang Agung Mining (BAM), PT Multi Mineral Utama (MMU), PT Mulia Kencana Makmur (MKM), PT Aneka Mining Nasional (AMN), PT Aspirasi Widya Chandra (AWC) dan PT Arus Tirta Power (ATP). dan total izin enam perusahaan tersebut diperkirakan sebesar 40.000 hektare, dari keenam perusahaan tersebut kesemuanya mengantongi IUP konsesi pertambangan emas.

Berdasarkan hasil investigasi GeRAK Aceh diduga IUP yang sudah dikantongi oleh keenam perusahaan tersebut kemudian dijadikan sebagai anggunan kepada pengusaha asing dengan potensi transaksi yang diperoleh senilai Rp 1,5 miliar. Uang tersebut diberikan sebagai jaminan modal awal untuk memperoleh IUP dari Pemerintah Aceh Selatan. Uang awal yang telah diberikan tersebut patut diduga sebagai uang untuk melakukan transakasi penyuapan kepada pemerintah daerah dalam mempercepat pengesahan IUP yang di usulkan oleh pihak perusahaan.

Berdasarkan hasil investigasi lapangan yang dilaksanakan di 40 desa yang meliputi konsensi wilayah izin pertambangan ke enam perusahaan, ditemukan fakta bahwa seluruh izin tidak diketahui oleh kepala desa, tokoh masyarakat dan mukim yang berada pada wilayah izin usaha pertambangan, dan ini menunjukan bahwa proses perizinan keenam perusahaan tersebut diduga menyalahi aspek hukum khususnya UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan batubara.

Selain hal tersebut, berdasarkan hasil investigasi diketahui bahwa dari 6 perusahaan tersebut 4 diantaranya masuk dalam kawasan hutan lindung yang terdiri dari PT Aneka Minning Nasional (9.444,27 Ha), PT Arus Tirta Power (7.184,44 Ha), PT Bintang Angung Minning (1.317,13 Ha), PT Mulya Kencana Makmur (375,34 Ha). (Sumber : Data Dirjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan 10 Juli 2014.) Fakta yang mengejutkan bahwa, Berdasarkan hasil investigasi GeRAK Aceh dilapangan diketahui bahwa IUP perusahaan tersebut tidak mengantongi dan memiliki Amdal.

Sementara itu, Kasus Indikasi Tindak Pidana Penyalahgunaan Izin atas Hak Guna Usaha (HGU) oleh PT.Bahari Lestari dan PT.Tanjong Raya di Kabupaten Aceh Tamiang. Sebagaimana Perubahan peruntukan objek HGU dari bidang perikanan menjadi perkebunan tanaman sawit. Hasil investigasi lapangan dan wawancara dengan berbagai sumber diketahui bahwa PT Bahari Lestari sudah mulai melakukan perubahan peruntukan  HGU sejak tahun 2011 dengan melakukan penanaman sawit secara serentak di wilayah bekas HGU bidang perikanan yang dikantongi izinya. Perubahan ini dilakukan tanpa melakukan permohonan perubahan status dan patut diduga secara kuat bahwa  kegiatan ilegal yang dilakukan PT. Bahari Lestari mendapat persetujuan penuh dari BPN (Badan Pertanahan Negara) Kabupaten Aceh Tamiang, hal ini dibuktikan dengan berdirinya Patok panjang wilayah kawasan HGU atas nama BPN.

PT Bahari Lestari dalam kegiatannya ternyata tidak sendiri, berdasarkan investigasi lapangan ternyata PT Bahari Lestari memiliki anak perusahaan yang juga memiliki aktivitas pembukaan hutan di wilayah yang sama dengan HGU yang diusulkan, perusahaan tersebut bergerak pada penanaman dan pengembangan lahan kelapa sawit, perusahaan tersebut yaitu PT. Tanjong Raya.

Hasil investigasi lapangan diketahui ternyata PT. Tanjong Raya memiliki lahan + 450 ha, dengan pembagian wilayahnya terdiri dari +250 Ha adalah kawasan rawa bakau atau rawa mangrove dan mulai beroperasi sejak tahun 1990, dari hasil pendalaman terhadap perusahaan ini diketahui bahwa PT Tanjong Raya membagi wilayah kapling kerjanya terdiri dari wilayah tanjong Raya 1, 2 dan 3 dan hasil penelusuran atas dokumen diketahui PT ini sama sekali tidak memiliki izin HGU, kedua perusahaan baik PT. Bahari Lestari maupun PT. Tanjong Glumpang terletak di kawasan desa bandar Khalifah dan Desa Matang Seupeng yang terdiri dari dua kecamatan, yaitu Kecamatan Bendahara dan Banda Mulia, dengan sebagian areal kebun sawit termasuk dalam kawasan hutan Konservasi wilayah mangrove.

Izin HGU yang dimiliki oleh kedua perusahaan tersebut telah mematikan sumber pendapatan masyarakat dari sektor kelautan dan perikanan di wilayah pesisir Aceh Tamiang. Dari dokumen dan informasi yang diperoleh bahwa ada 3000 hektar areal mangrove telah ditanam perkebunan kelapan sawit. Padahal areal mangrove tersebut selama ini tempat pengembang biakan udang, ikan dan lainnya.

Atas dasar kedua kasus tersebut, GeRAK Aceh bersama dengan Seknas Fitra mengambil langkah untuk melaporkan kedua kasus tersebut ke KPK dengan bukti-bukti dan dokumen yang ada, penyelesaian kasus ini sangat penting dilakukan oleh KPK untuk memastikan upaya hukum sehingga meminta KPK untuk segera melakukan tindakan yang sesuai dengan undang-undang, sebab kedua kasus ini masuk dalam kategori kejahatan kehutanan yang luar biasa dan berdampak luas pada publik di Aceh.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads