Kakao termasuk salah satu yang diproyeksikan sebagai komoditi ekspor Aceh di masa depan mengingat pasarnya sangat luas, dan harga jual pun relatif tinggi. Saat ini Aceh sedang memperkuat basis pertanian kakao bekerjasama dengan beberapa lembaga mitra. Ini seiring dengan permintaan kakao Aceh yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Ditargetkan tahun 2017, Aceh akan menjadi produsen kakao terbesar di wilayah Indonesia bagian barat.
“Optimisme ini tidak lepas dari minat investor yang semakin banyak menaruh perhatian. Komoditi yang dikembangkan tidak hanya kelapa sawit dan karet, tapi juga kakao. Secara ilmiah, iklim Aceh termasuk sangat ideal untuk pengembangan perkebunan kakao,” kata Gubernur Aceh Zaini Abdullah dalam sambutannya pada Indonesia International Cocoa Conference-IICC (Konferensi Kakao Internasional) yang berlangsung di Nusa Dua Bali, Kamis (15/5/2014).
Ajang IICC ke-6 dan Pertemuan Kemitraan Yayasan Kakao Dunia (WCF) yang bertajuk“ Memberdayakan Petani untuk Industri Kakao yang Berkesinambungan” ini berlangsung pada kamis (15/5) hingga Jum’at (16/6).
Dikatakan, luas areal Perkebunan Kakao di Aceh saat ini mencapai 100 ribu hektar dengan produksi sebanyak 27 ribu ton/tahun. Menurut Gubernur Zaini, potensi ini masih bisa dikembangkan mengingat di Aceh tersedia lebih dari 120 ribu hektar lahan tidur yang bisa dimanfaatkan. Karena itu, lewat forum IICC Gubenur mengundang investor untuk beramai-ramai mengembangkan usahanya di Aceh.
“Mengingat banyak sekali sumber daya yang bisa dikembangkan dan kami akan memberi kemudahan dan perlindungan kepada investor yang membuka usaha di Aceh,” ujar Zaini Abdullah.
Gubernur yang akrab disapa Doto Zaini ini juga bertekat membenahi sistem perkebunan kakao Aceh misalnya melatih para petani agar lebih terarah sehingga kedepan bisa memproduksi 700 sampai 800 kg per ha sebagaimana yang telah dicapai oleh Sulawesi.
“Dukungan kalangan dunia usaha dan lembaga mitra sangat kami butuhkan. Jika semua potensi ini bisa kita tingkatkan lagi, kami percaya produksi Kakao Aceh tidak kalah dengan produksi dari Sulawesi,” tandasnya.
Sementara Keynote speech, Menteri Perdagangan RI Muhammad Luthfi mengatakan, Pemerintah Indonesia terus mengupayakan kehadiran kakao Indonesia di pasar internasional. Dijelaskannya, Indonesia tidak hanya mengekspor biji kakao guna membantu pemenuhan kebutuhan global, namun juga mendorong ekspor produk olahan yang masih memiliki potensi luar biasa di pasar global, terutama produk kakao seperti biji kakao yang difermentasi (fermented beans), coklat bubuk (cocoa powder), dan minuman keras (liquors).
“Sebagai produsen kakao terbesar kedua di dunia, Indonesia telah sangat berhasil menerapkan kebijakan perdagangan yang tidak hanya dapat meningkatkan produksi biji kakao, tetapi juga meningkatkan ekspor kakao olahan dibandingkan dengan biji kakao,” kata Luthfi.
Sector Industri kakao Indonesia, tambah Menteri, berhasil mempromosikan ekspor bernilai tinggi dan menyeimbangkan antara kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. “tak heran, jika Indonesia akan menjadi poros produksi di Asia Tenggara,” tuturnya.
Mendag Muhammad Luthfi juga menyampaikan dukungannya terhadap Implementasi Skema Sertifikasi Produksi Kakao yang Berkelanjutan. Petani diharapkan mampu menerima imbalan yang sesuai melalui program sertifikasi berkelanjutan.
“Serfitikasi tersebut mendukung peningkatan pendapatan petani, memberikan harga pasar yang adil dan sesuai bagi petani dan industri kakao, memberikan kemudahan bagi petani dalam memperoleh pembiayaan, serta meningkatkan akses pasar kakao,” tandasnya.
Selain Gubernur Zaini Abdullah, jajaran pembicara yang meramaikan konferensi ini antara lain Menteri Pertanian Indonesia Suswono, Presiden Mars Symbioscience Frank Mars, Ketua WCF Nicko Debenham, dan wakil presiden kesinambungan kakao di Barry Callebaut.
Selanjutnya juga hadir Ketua Asosiasi Kakao Indonesia Zulhefi Sikumbang, Ketua Federasi Perdagangan Kakao Gerry Manley, Ketua Asosiasi Kakao Asia Brandon Tay, presiden Cargill Cocoa & Chocolate Jos de Loor, Presiden WCF Bill Guyton, dan Direktur eksekutif organisasi Kakao Internasional Jean-Marc Angga. Konferensi itu juga diikuti sejumlah anggota dari industri cokelat dan kakao, pemerintah, LSM, akademisi, dan lembaga penelitian di seluruh dunia.
Sesi topik meliputi rehabilitasi pertanian; tren pasar kakao; kesinambungan dan sertifikasi; produsen berkembang; perspektif produksi kakao Afrika; produsen kakao berkembang di Asia Tenggara dan Pasifik; perkembangan sektor kakao Amerika Selatan; dan manajemen keuangan pertanian kakao.