Provinsi Aceh hingga saat ini belum mempunyai sebuah konsep menyeluruh atau grand desain yang menyusun aturan pelaksanaan syariat Islam secara kaffah dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat.
Sehingga penerapan syariat Islam tidak berjalan sesuai harapan, dan lebih menonjol di satu bidang saja, sementara sektor lainnya terlupakan seperti ekonomi, pemerintahan, politik dan lainnya. Bahkan, antara satu daerah dengan daerah lainnya di Aceh, berjalan sendiri-sendiri dalam memahami syariat Islam.
Sementara Pemerintah Provinsi Aceh melalui Dinas Syariat Islam-nya, juga belum mampu menyusun sebuah grand desain (rencana induk/blue print) syariat Islam seperti yang pernah dijanjikan oleh Kadis Syariat Islam Aceh, Syahrizal Abbas hingga kini juga jalan di tempat, tanpa ada kemajuan sama sekali.
“Sekarang kesan yang muncul di tengah masyarakat Aceh, adalah Pemerintah Aceh belum memiliki political will (niat baik) untuk menjalankan syariat Islam secara serius dan belum terlihat kesungguhan bersyariat dari dukungan yang diberikan,” ujar Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa, Ibrahim Latif.
Pernyataan itu disampaikannya saat mengisi pengajian Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Banda Aceh, Rabu (14/5) malam.
Ibrahim Latif mengungkapkan, karena sampai sekarang belum ada grand desain sebagai konsep dalam pelaksanaan syariat Islam yang mengatur Aceh secara keseluruhan, maka syariat Islam sekarang dipahami menurut keinginan masing-masing masyarakat
“Jangankan masyarakat, antar pemerintah kabupaten/kota di Aceh saja dalam menjalankan syariat masih beda-beda menurut keinginannya, seperti larangan duduk ngangkang bagi perempuan di Kota Lhokseumawe, harus memakai rok bagi perempuan di Aceh Barat, larangan PNS berjenggot di Aceh Selatan, larangan menari bagi perempuan di Aceh Utara dan sebagainya,” ungkapnya.
Selain tidak adanya konsep menyeluruh yang mengatur syariat Islam secara total, pemerintahan di Aceh selama ini masih banyak yang kurang mendukung dari segi alokasi anggaran uang cukup untuk penegakan syariat.
“Jika di bidang lain diwajibkan alokasi anggaran harus mencapai sekian puluh persen, tapi kalau untuk dukungan kepada syariat Islam dananya tidak mencukupi sehingga masih ada daerah, yang Dinas Syariat Islamnya tidak bisa menjalankan programnya,” kata Ibrahim seraya menambahkan untuk Kota Langsa, Walikota Usman Abdullah mau menyediakan berapa pun anggaran yang dibutuhkan untuk tegaknya syariat Islam serta memberantas kemaksiatan.