Ini Indikasi Korupsi Yang Berujung Dilaporkannya Zaini Ke KPK

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) dan Gerakan Antikorupsi (Gerak) Aceh melaporkan Gubernur Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Zaini Abdullah, ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (26/3/2014). Kedua lembaga tersebut melaporkan Zaini atas pengelolaan dana hibah dan indikasi suap di lingkungan Pemrov Aceh.

“(Terlapor) gubernur Aceh, wakil gubernur, kepala dinas perikanan dan kelautan Aceh, serta ada beberapa terkait suap,” kata Koordinator Gerak Akhirudin Majuddin, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi mengungkapkan, ada indikasi dugaan penyelewengan dua proyek hibah di Pemprov Aceh. Proyek pertama, pengelolaan dana hibah untuk kegiatan bantuan modal usaha dan pemberdayaan ekonomi kelompok ternak 2013. Dalam pelaksanaan proyek ini, FITRA dan Gerak menemukan adanya penerima hibah fiktif di Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh.

“Di mana kerugian negara sebesar Rp 53, 4 miliar, dengan modus bantuan hibah fiktif. Bagaimana kita tahu fiktif, ini hibah ada 23 kabupaten/kota disalurkan Pemerintah Aceh,” kata Uchok.

FITRA dan Gerak hanya melakukan verifikasi di dua kabupaten/kota tersebut karena Aceh Besar dan Banda Aceh dianggap paling mudah terjangkau. Setelah diverifikasi, lanjut Uchok, semua kepala desa dan warga yang dilaporkan sebagai penerima dana itu mengaku tidak pernah menerima bantuan modal usaha dari Pemprov Aceh.

“Yang lain tidak verifikasi karena jauh, dekat saja berani lakukan fiktif,” katanya.

Proyek kedua, berkaitan dengan pemberian hibah dalam bentuk kapal boat 30 GT dan 40 GT. Menurutnya, ada indikasi kerugian negara sekitar Rp 136 miliar dari proyek ini. Modus yang dilakukan, lanjutnya, dengan melakukan lelang proyek terlebih dahulu sementara penerima hibahnya belum ditentukan.

“Hibah ini seharusnya sebelum diberikan sudah tahu siapa namanya, alamat, berapa harga, tapi ternyata bantuan boat ini itu nama-namanya belum ada, alamat, nilai belum ada. Mereka melakukan lelang, setelah selesai baru penerimanya muncul,” kata Uchok.

Dia mengatakan, penyaluran dana hibah ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dari APBD.

Selain dua proyek hibah tersebut, menurut Uchok, pihaknya menemukan indikasi suap di lingkungan Pemprov Aceh terkait sengketa lahan antara perusahaan berinisial PPP dengan perusahaan berinisial PS.

Uchok mengungkapkan, sesuai kuitansi yang diperoleh dari PT PPP, uang yang diduga suap tersebut mengalir ke sejumlah pihak, di antaranya, Polda Aceh, Polres di kawasan Aceh Timur, Brimob Aceh Timur, TNI, majelis hakim Pengadilan Negeri Aceh Timur, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, DPR Kota Aceh Timur, serta sejumlah tokoh masyarakat.

“Jadi, total dugaan kerugian negara atas korupsi untuk tiga kasus sebesar Rp 172,3 miliar,” tambah Uchok.(kompas)

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads