Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas-Fitra) menemukan adanya penyimpangan anggaran di provinsi Aceh hingga Rp. 10,3 Triliun dengan 2399 kasus penyimpangan anggaran sejak tahun 2009-2013.
Temuan tersebut bedasarkan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Aceh pada semester I tahun 2013.
Temuan penyimpangan anggaran terbesar terdapat pada level pemerintahan provinsi Aceh yang mencapai Rp. 7,4 T dengan 331 kasus penyimpangan anggaran.
Sedangkan pada level kabupaten/kota ditemukan penyimpangan anggaran sebesar Rp. 2,9 T dengan 2068 kasus.
Hal demikian dikatakan Koordinator Investigasi dan Advokasi Seknas-FITRA Uchok Sky Khadafy pada konfrensi pers bersama Gerakan Anti Korupsi (Gerak), terkait penyimpangan anggaran di provinsi Aceh, Jum’at (28/02/2014).
Uchok mengatakan untuk pemerintahan kabupaten/kota penyimpangan tertinggi ditemukan di kabupaten Aceh Utara yang mencapai Rp. 1,4 T dengan 143 kasus, disusul kabupaten Aceh Timur sebesar Rp.132,5 Milyar dengan 82 kasus dan kabupaten Bireun Rp. 132,4 milyar dengan 83 kasus.
“Ini hasil Audit BPK RI, dan itu tidak semua yang diaudit oleh BPK, pasalnya BPK biasanya mengaudit tidak sampai 20 persen, kasus-kasus ini sejak tahun 2009-2013 terus menumpuk pasalnya hasil audit BPK hanya dianggap sampah oleh Pemda”ujarnya.
Uchok menambahkan modus penyimpangan anggaran yang kerap dilakukan diantaranya pembayaran biaya perjalanan dinas ganda, bantuan hibah dan bantuan partai politik.
Selain itu menurut Uchok penyimpangan penggunaan anggaran lainnya adalah realisasi belanja hibah kepada instansi vertikal, pengadaan barang yang terindikasi murk up dan perjalanan dinas fiktif.
Menurut Uchok seharunya aparatur penegak hukum bisa masuk untuk melakukan penyelidikan terhadap indikasi-indikasi penyimpangan anggaran tersebut.