Wali Nanggroe adalah sosok yang paripurna, pemersatu, independen dan bijaksana, kehadirannya diharapkan menjadi penengah jika terjadi konflik ditengah-tengah masyarakat.
Hal tersebut dikatakan ketua Ketua DPR Aceh Hasbi Abdullah saat membuka sidang paripurna Istimewa pengukuhan Wali Nanggroe di gedung utama DPR Aceh, Senin (16/12/2013).
Hasbi mengatakan Wali Nanggroe harus menjadi penengah jika ada perbedaan penafsiran dikalangan masyarakat, khususnya terkait dengan kebijakan-kebijakan dari pemerintah Aceh, selain itu Wali Nanggroe juga sebegai perumus dan penjaga adat di Aceh yang banyak keberagamannya, karena di Aceh tidak hanya terdapat suku Aceh dan bahasa Aceh saja, melainkan juga terdapat berbagai suku dan bahasa lainnya yang hidup dan berkembang di seluruh penjuru Aceh.
“Pembahasan qanun ini mengalami banyak kendala sehingga terjadi tarik ulur antara beberapa pihak berkepentingan, tidak hanya antara Aceh dengan Jakarta, tapi juga antara kelompok masyarakat Aceh, tapi ini adalah dinamika demokrasi”ujarnya.
Hasbi menambahkan pengukuhan Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe ke IX merupakan amanah dari MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) tahun 2006 yang telah dijabarkan dalam qanun Aceh nomor 8 tahun 2012 dan kemudian dirubah menjadi qanun Aceh nomor 9 tahun 2013 tentang lembaga Wali Nanggroe.
Hasbi menyebutkan proses pembahasan hingga pengukuhan Wali Nanggroe memunculkan banyak dinamika ditengah-tengah masyarakat Aceh, namun silang pendapat tersebut dinilai diperlukan untuk memantapkan kebijakan pembentukan lembaga Wali Nanggroe.