Badan pemeriksa keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh menemukan sejumlah kelemahan system pengendalian intern dan temuan ketidak patutan atas peraturan perundang-undangan dalam laporan keuangan pemerintah Aceh tahun 2012.
Anggota 5 BPK RI Agung Firman Sampurna mengatakan BPK menemukan 17 kelemahan system pengendalian intern dan 17 temuan ketidakpatutan.
Firman merincikan, ke 17 temuan kelemahan system pengendalian intern antara lain, pemerintah belum memadai dalam melaksanakan pengelolaan barang milik daerah, kemudian penganggaran , pelaksanaan dan pelaporan pendapatan jasa layanan dan biaya operasional BLUD tidak sesuai ketentuan dan tidak dikonsolidasikan sesuai dengan standar akutansi pemerintah, selanjutnya penyajian pendapatan, belanja, kas dan piutang BLUD pada pemerintah Aceh tidak dapat diyakini kewajarannya.
“beberapa diantaranya adalah temuan berulang yang tidak ditindak lanjuti oleh pemerintah Aceh seperti peñatausahaan dan pengelolaan keuangan daerah pemerintah Aceh belum diselenggarakan dengan memadai,kemudian penganggaran belanja hibah dan bantuan sosial tidak sesuai ketantuan dan penataan aset tetap belum tertib, ini artinya rekomendasi BPK belum mendapat perhatian dari pemerintah Aceh”lanjutnya.
Firman menambahkan adapun 17 temuan ketidakpatutan terhadap peraturan perudang-undangan antara lain bendahara BPBA malarikan uang tanggap darurat di Aceh Tenggara sebesar Rp. 3,4 Milyar sehingga merugikan keuangan Negara, selain itu terdapat anggaran tanggap darurat sebesar Rp. 2 milyar yang diragukan kewajarannya. Temuan selanjutnya alat-alat berat milik pemerintah Aceh pada Dinas Bina Marga dan Cipta Karya belum dikembalikan oleh pihak ketiga sebanyak 13 unit senilai Rp. 10,69 milyar dan terdapat sewa alat berat yang belum dilunasi oleh pihak ketiga sebesar Rp. 4,95 milar.
Selanjutnya penyaluran dana hibah sebesar Rp. 5,5 milyar dan bantuan sosial sebesar Rp. 500 juta tidak sesuai ketantuan, serta pengelolaan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) tahun 2012 tidak sesuai ketentuan.