Pemerintah Aceh mulai melakukan langkah-langkah antisipasi guna mencegah penjualan gabah dari Aceh ke luar daerah, sehingga tidak terjadi krisis pangan di masa mendatang.
Pada Tahun 2010 Aceh kelebihan produksi beras sebesar 291.426 ton. Angka tersebut meningkat bila dibandingkan tahun 2009 yang hanya 268.793 ton. Akan tetapi, surplus yang terjadi itu ternyata jauh lebih kecil dari jumlah gabah yang mengalir ke luar daerah yang diperkirakan mencapai 976.527 ton atau 586.855 ton bila dikonversi dalam bentuk beras.
Asisten II gubernur Aceh, T Said Mustafa, mengatakan total produksi padi di Aceh tahun lalu mencapai 1,62 juta ton atau setara 915.060 ton beras. Ini meningkat dari tahun 2009 yang berjumlah 1,56 juta ton (875.317 ton beras). Dengan pencapaian produksi yang sedemikian, Aceh telah memberi kontribusi 2,47 persen dari total produksi beras nasional.
“Sebenarnya kita tidak perlu risih banyak beras banyak mengalir keluar jika produksi petani kita tinggi karena kalau terlalu banyak Bulog kan nggak sanggup tamping juga,” katanya.
Sementara itu Kepala Divisi regional Perum Bulog Aceh, Fakhriani mengatakan Dengan jumlah penduduk Aceh 4,4 juta jiwa dan dengan rata-rata kebutuhan sebanyak 623.634 ton per tahun, maka perhitungan BPS, telah terjadi surplus beras 291.426 ton, menurutnya untuk membantu masyarakat mendapatkan harga beras murah dan terjangkau, Bulog Aceh terus meningkatkan jumlah lokasi penjualan beras murah dengan harga Rp 6.000/Kg. Dari tiga lokasi operasi pasar sebelumnya, kini ditambah lebih dari 10 lokasi.
“Sebenarnya petani dari pada dijual ke Medan kan banyak yang utang mending petani jual ke bulog langsung cash walaupun harga sedikit lebih rendah,” katanya.
Fakhriani menambahkan pemberian dana talangan kepada pengusaha kilang padi di Aceh agar mereka lebih berkemampuan untuk menampung gabah petani, karena menurutnya kalau gabah petani tidak mau ditampung oleh Bulog dengan harga yang wajar maka besar kemungkinan mereka akan menjualnya keluar Aceh. (im)