Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (Jaringan KuALA) menilai masih adanya penemuan/penangkapan penyu di pesisir pantai ataupun di laut maupun kegiatan aktif perburuan telur penyu beberapa pantai di Aceh menggambarkan penyelamatan satwa laut belum mendapatkan dukungan luas dari masyarakat pesisir.
M. Arifsyah Nasution, Koodinator Jaringan KuALA menyatakan daerah yang kerap melakukan perburuan penyu adalah Kepulauan Banyak (Aceh Singkil), Aceh Besar maupun Aceh Tamiang, dan pihaknya telah menjumpai langsung bahwa telur penyu diperdagangkan secara terang-terangan di salah satu pasar utama di Banda Aceh.
“Masyarakat belum mendukung penyelamatan satwa laut seperti penyu, hiu dan ikan duyung, menurut analisis kami kondisi ini disebabkan oleh dua hal utama, pertama ketidaksanggupan pemerintah dalam menjalankan peran pengayoman masyarakat pesisir dan hak kelola masyarakat lokal terhadap sumberdaya alam pesisir belum menjadi paradigma pembangunan nasional dan daerah,” ungkapnya.
Arifysah menambahkan belum adanya dukungan luas masyarakat pesisir tersebut disebabkan sejumlah faktor, seperti kurangnya penyuluhan dan informasi, alasan ekonomi, penegakan hukum lingkungan yang lemah, hingga persoalan ketidaktuntasan dalam pengelolaan habitat.
“Satwa laut terancam punah yang notabene merupakan kawasan bernilai konservasi tinggi di wilayah pesisir dan laut, seperti kawasan pantai berpasir, mangrove, padang lamun, gambut pesisir dan terumbu karang,” ujarnya.
Menurut Arif pemerintah harus memiliki kebijakan, prioritas wilayah dan kerangka aksi yang jelas untuk meningkatkan kapasitas dan keberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, yaitu melalui penguatan pemerintahan lokal, adat dan keorganisasian masyarakat nelayan tradisional.
“Kondisi ini akan terus mendorong munculnya berbagai inisiatif kelola masyarakat pesisir yang mengedepankan prinsip berkearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam bahari,” jelasnya.
Tahap paling ideal, menurut Arif ditandai dengan teregenerasinya kapasitas, komitmen dan keunggulan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut secara bertanggungjawab dan berkelanjutan.
“Saat masyarakat lokal kembali mampu mengorganisir dirinya sendiri dan dapat melakukan proses transfer pengetahuan secara mandiri kepada generasi berikutnya, kondisi ini merupakan wujud dari hak-kelola yang sesungguhnya,” Demikian Arifsyah.