Pasca jatuhnya rezim orde baru, Pemerintah Indonesia melalui Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR) setidaknya sudah empat kali melakukan amandemen terhadap Undang – Undang Dasar 1945. Hal itu dikatakan anggota komisi III DPR RI dari fraksi PKS, M. Nasir djamil saat melakukan sosialisi amandemen Undang – Undang Dasar 1945 kepada para Kepala Desa (Keuchik) se-Kota Banda Aceh, selasa pagi (18/1).
Nasir Djamil mengatakan pada masa orde baru atau masa kepemimpinan Soeharto tidak ada orang yang berfikir untuk amandemen terhadap Undang – Undang 1945, namun di era reformasi desakan terhadap amndemen undang – undang muncul dari berbagai pihak, sehingga amandemen pun dilakukan ketika ketua MPR waktu itu dijabat oleh Amin Rais, dan secara bertahap sudah empat kali undang – undang di amandemen.
“Kita harapkan para keuchik bisa mensesuaikan apa yang dilakukan sesuai dengan peraturan – peraturan yang baru ini,” katanya.
Nasir Djamil menambahkan para kepala desa yang merupakan kepala pemerintahan ditingkat desa juga perlu mengetahui tentang amandemen tersebut sehingga mereka bisa memahami setiap kebijakan – kebijakan baru dari pemerintah pusat.
Sementara itu salah seorang peserta yang merupakan Kepala Desa Lamtemen Timur mengtakan ditingkat daerah qanun setelah disosialisasi justru tidak dijalankan oleh pemerintah itu sendiri, ia mencontohkan honor untuk tuha peut gampong hingga kini belum pernah diterima, padahal qanun mengamanatkan adanya honor untuk tuha peut gampong.
“Laksanakan qanun yang sudah tertulis itu, kalau nggak hapus saja qanun tersebut, supaya jangan kecewa tuha peut,” katanya.
Menurutnya kepala desa terpaksa mengalokasikan honor sebesar 200 ribu pertahun untuk para tuha peut gampong yang diambil dari Alokasi Dana Gampong (ADG), untuk itu ia mengharapkan pemerintah untuk menjalankan peraturan daerah (qanun) yang telah dibuat. (im)