Walhi Aceh mendesak DPR Aceh segera mensahkan Rancangan qanun (Raqan) Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA) guna memberikan kepastian hukum dan ketenangan bagi masyarakat yang berada di sekitar hutan.
Direktur Eksekutif WALHI Aceh, T.M. Zulfikar mengatakan saat ini banyak tumpang tindih peruntukan lahan, antara lahan garapan masyarakat dan kawasan hutan lindung. Hal ini diperparah dengan kebijakan pemerintah kabupaten yang “seenaknya” saja mengkapling hutan demi kepentingan pribadi dan politis.
“RTRWA menjadi sangat penting karena dengan amanant UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimana disebutkan pada pasal 35; Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi” ujarnya.
Zulfikar menambahkan banyak masyarakat Aceh yang tinggal dan berusaha di dalam kawasan hutan atau biasa disebut dengan istilah enclave. Pemukiman ini harus mendapat penetapan hokum yang pasti agar enclave ini tidak menimbulkan konsekuensi dikemudian hari.
“Cara yang mudah untuk proses pengesahan enclave adalah melalui penetapan Qanun RTRW. Jika tidak ditetapkan, maka pemerintah pusat bisa saja dengan semena-mena mengusir masyarakat dari enclave tersebut dengan alasan wilayahnya merupakan hutan lindung,” jelas Zulfikar.
Terkait ancaman perubahan status dari kawasan budidaya menjadi kawasan lindung, WALHI Aceh berpendapat Pemerintah akan cukup arif dan tidak akan mengorbankan masyarakatnya demi mengejar keuntungan politis semata.
Menyangkut tenggat waktu penyelesaian Raqan RTRWA yang telah habis (Desember 2010), Secara nasional, provinsi lain harus mengesahkan Peraturan Daerah tentang RTRW per 31 Desember 2010, namun Kementrian PU memberikan tambahan waktu untuk merealisasikan aturan tersebut. Bila tidak maka harus tetap menggunakan Peraturan Daerah RTRW yang lama. Kerugian menggunakan RTRWA yang lama adalah masih banyaknya enclave yang dimasukan dalam kawasan lindung. (im)