Badan Pemeriksa Keuangan Republic Indonesia (BPK RI) meminta Pemerintah Aceh untuk melakukan penertiban terhadap aset – aset yang telah diperoleh, baik dari Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR), NGO dan aset pengadaan dari dana Otsus. Hal itu dikatakan ketua BPK RI, Hadi Purnomo pada saat peresmian Kantor BPK RI Perwakilan Aceh, Kamis pagi.
Hadi Purnomo mengatakan pemerintah daerah khususnya Pemerintah Aceh banyak mendapatkan dana, baik dari alokasi pemerintah pusat maupun hibah dari NGO, selain itu pemerintah pusat juga telah menyalurkan dana Otsus yang cukup besar untuk membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat Aceh.
“Aset – aset tersebut harus dijaga dan dipelihara kemananya untuk dimanfaatkan untuk peningkkatan kesejahtraan rakyat, untuk itu seluruh rakyat Aceh dan Pemerintah Aceh berkawajiban melakukan penertiban aset yang telah diperolah baik dari BRR, NGO maupun hasil dari dana Otsus,” katanya.
Hadi menambahkan Provinsi Aceh memberikan konstribusi yang paling tinggi diantara pemerintah daerah yang memperoleh predikat wajar tanpa pengecualian atas pelaporan keuangannya. Menurutnya, tujuh dari 12 daerah di Indonesia yang mendapatkan opini WTP berasal dari Aceh.
Sementara itu Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf mengatakan Pemerintah Aceh telah menyepakati kerjasama dengan KPK dan membetuk Tim Anti Korupsi Pemerintah Aceh (TAKPA) untuk mendukung pemberantasan korupsi di Provinsi Aceh.
“Pemerintah Aceh juga telah menggandeng ICW untuk memantau kasus – kasus korupsi didaerah ini, kita juga ada TAKPA yang bekerjasama dengan ICW dan mendapat arahan langsung dari KPK,” katanya.
Irwandi menambahkan Pemerintah Aceh menyambut baik kehadiran kantor BPK perwakilan Aceh sehingga bisa mewujudkan reformasi birokrasi di Aceh.
BPK RI perwakilan Aceh sebelumnya merupakan sub auditorat dari BPK RI Sumatera Utara, namun sejak tahun 2006, BPK RI resmi menjadi kantor perwakilan di Aceh. (im)