Kemenag Aceh Ajak Masyarakat Catat Nikah di KUA dan Tolak Nikah Sirri

Kepala Wilayah Kantor Kementerian Agama Provinsi Aceh, M. Daud Pakeh melalui Kepala Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Hamdan, mengajak masyarakat untuk mencatatkan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan dan menolak pernikahan yang dilakukan secara sirri atau tidak tercatat di KUA. Karena pernikahan Model seperti itu dapat merugikan perempuan dan juga anak.

Hal tersebut disampaikan Hamdan mengingat di Aceh masih banyak terjadi pernikahan yang tidak tercatat di KUA Kecamatan.

“Pastikan nikah anda tercatat di KUA, jangan mau diajak nikah sirri karena ini dapat merugikan kaum perempuan khususnya, maka dengan dalih apapun tolak nikah sirri itu, ini demi kemaslahatan suami, istri dan juga anak,” ujar Hamdan, Minggu (7/7).

Ia juga mengingatkan tentang pentingnya pencatatan pernikahan di KUA yaitu demi kepastian hukum dan kemaslahatan bagi suami, istri dan juga anak-anak.

“Dengan adanya pengukuhan dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan, artinya negara ikut mengakui adanya pernikahan. Ini merupakan cara terbaik untuk mencegah fitnah serta memberikan posisi yang pasti bagi suami dan istri di hadapan hukum,” jelas Hamdan.

Ia menambahkan saat ini tidak ada lagi alasan tidak melakukan pencatatan pernikahan ke KUA, apalagi sekarang pencatatan pernikahan di KUA nol Rupiah atau gratis.

“Kalau persyaratannya sudah lengkap dan sesuai prosedur datang dan catat nikahnya di KUA, apalagi sudah gratis, Kalau nikah di luar KUA bayar Rp. 600 ribu disetor langsung ke Bank, hal ini sesuai dengan PP No 19 Tahun 2015,” kata Hamdan.

Untuk mencegah pernikahan sirri tersebut, hamdan mengajak semua pihak, baik Kemenag, Pemerintah Aceh, DPRA, LSM dan semua unsur untuk mengkampanyekan pentingnya pencatatan nikah di KUA.

Terkait rancangan Qanun keluarga yang sedang disusun DPRA, Kemenag Aceh mendukung lahirnya qanun tersebut, apalagi didalamnya memuat beberapa hal seperti kursus pranikah, perkawinan, syarat administratif, meminang perempuan, soal mahar, perceraian, wajib belajar Al Qur an dan harta warisan.

Kalau mengenai poin dalam qanun tersbut tentang upaya pelegalan poligami, tentu penggunaan kata kata ini perlu ditinjau kembali, karena poligami itu sudah legal dalam undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang pernikahan dan juga dalam Kompilasi Hukum Indonesia (KHI), asal memenuhi syarat, bisa dilihat lagi UU tentang itu, disana sudah dibahas tuntas.

“Kami menyarankan DPR Aceh bersama tim fokus pada pembahasan lain, seperti pendidikan pra nikah bagi catin dan poin poin lainnya yang termaktub dalam rancangan Qanun,” kata Hamdan.

Tahun 2019, Kemenag Aceh akan Lakukan Bimbingan perkawinan untuk 18.500 Pasang

Bimbingan perkawinan (Bimwin) di Provinsi Aceh terus meningkat. Untuk tahun 2019 ada 18.500 pasang yang akan dibekali pengetahuan perkawinan.

“Untuk Provinsi Aceh, peningkatannya cukup besar. Tahun lalu ada 8000 pasang calon pengantin yang mengikuti bimbingan, sedangkan tahun ini Insya Allah sampai 18.500 pasang,” kata Hamdan.

Diharapkan dengan adanya bimwin, kata Hamdan, calon pengantin bisa mengerti tentang ilmu perkawinan, hukum dan masalah Keluarga. “Tujuannya agar mereka mampu dan sanggup menghadapi segala problema dan konflik dalam berumah tangga. Karena kecenderungan terakhir keluarga rentan sekali untuk melakukan perceraian,” jelasnya.

Hamdan menambahkan, pemerintah khususnya Kanwil Kementerian Agama berkeinginan agar bimwin yang dilaksanakan di kabupaten/kota ini bisa berjalan sesuai juknis. “Semoga pemateri yang ditampilkan memenuhi persyaratan dan diharapkan semua pihak melaksanakan kegiatan tersebut secara maksimal mengingat kegiatan ini baru berjalan tiga tahun terakhir. Kami dari kanwil juga akan terus melakukan monitoring dan pendampingan,” tambahnya.

Berdasarkan laporan dari Kankemenag Kabupaten Kota, hampir seluruh Aceh telah melaksanakan bimbingan perkawinan secara bertahap.

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads