Sekda Aceh: Membangun Wilayah Perbatasan Perlu Sinergisitas

Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Drs Dermawan MM menyebutkan, bahwa kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Daerah dalam mengelola batas wilayah dan kawasan negara, sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

Namun dalam praktiknya,pengelolaan ini belum maksimal. Menurutnya, kawasan luar kerap dianggap halaman belakang dari pembangunan nasional yang kurang mendapat perhatian.

“Persepsi inilah yang mesti kita rubah agar ke depan program pembangunan juga mengarah ke wilayah perbatasan ini,” kata Sekda, dalam sambutannya yang disampaikan Asisten Keistimewaan Ekonomi dan Pembangunan Sekda Aceh, Azhari Hasan.

Hal ini dikemukakannya, saat membukaSeminar Pengelolaan Wilayah Perbatasan Laut, Udara dan Pengendali Pusat Kantor Pertahanan, di Aula Serba Guna Setda Aceh, Banda Aceh, Kamis (5/11).

Seminar Nasional yang diprakarsai Kementerian Pertahanan, melalui Koordinator Wilayah I Aceh ini mengangkat tema “Kekayaan Energi dan Sumber Daya Mineral untuk Pembangunan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia Guna Mewujudkan Kemakmuran Bangsa”.

Pembukaan Seminar dihadiri, Koordinator Wilayah I-Desk Pengendali Pusat Kantor Pertahanan- Kemenhan RI Laksamana Muda TNI Rudi Bangkinas, Kepala Koordinator Wilayah Aceh Kementerian Pertahanan RI, Kolonel Bambang Sugiarto, Staf Ahli Gubernur Aceh, Para Kepala SKPA lingkup Pemerintah Aceh, Perwakilan Kodam Iskandar Muda, Perwakilan Polda Aceh, akademisi, Ormas, Mahasiswa, insan pers, dan para narasumber.

Sekda berharap, melalui diskusi dan seminar setengah hariini menghasilkan rumusan terbaik dalam rangka penguatan kedaulatan NKRI melalui kawasan perbatasan laut dan udara di wilayah barat Indonesia.
Pelaksanaan Seminar ini juga bagian dari rangkaian peringatan Hari Nusantara 2015, yang puncak acaranya akan diadakan pada 13 Desember nanti.

Lebih lanjut Sekda Dermawanmengatakan, dalam konteks pertahanan dan keamanan di wilayah NKRI, Aceh tentu layak mendapat perhatian, mengingat wilayah ini sangat dekat dengan dunia internasional. Selain itu, Aceh juga memiliki hubungan langsung dengan negara-negara tetangga.

Kedekatan tersebut, kata Sekda,berdampak positif karena akan memudahkan masyarakat Aceh membangun jaringan bisnis dengan dunia luar. Namun di sisi lain, katanya, juga perlu mendapat perhatian, yakni potensi hadirnya gangguan yang bisa mengusik sistem pertahanan dan keamanan NKRI.“Yang menjadi sorotan kita adalah perbatasan laut dan udara, sebab garis batas wilayah ini relatif sulit untuk dipantau dibanding kawasan darat,”sebutnya.

Disebutkan, untuk wilayah laut dan udara, Aceh sangat dekat dengan India, Malaysia, Thailand dan juga Myanmar. Bahkan kawasan laut Aceh kerap menjadi sasaran illegal fishing karena sumber daya laut Aceh memiliki hasil ikan yang berlimpah. “Untuk mengatasi hal itu tentu dibutuhkan tindakan konkritdari kita semua,”terang Sekda Aceh, Dermawan MM.

Hal yang sama juga dikemukakan Saifuddin Bantasyam, Ketua Pusat Studi Resolusi Konflik dan Perdamaian Unsyiah Banda Aceh.

Menurut Saifuddin, pengelolaan wilayah menjadi sesuatu yang urgen dan tak terpisahkan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. “Benar, bahwa pengelolaan dan pertahanan wilayah NKRI adalah suatu fungsi yang permanen, artinya dilakukan selama negara masih ada,”ujarnya.

Dalam seminar yang dimoderatori dr. Hendra Kurniawan, M.Sc, Saifuddin jugamenegaskan bahwa, sudah ada Perpres No 78 tahun 2015 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar, namun kelihatannya masih dianggap sebagai ‘halaman belakang’, yang kemudian berimplikasi pada keterisoliran kawasan perbatasan itu.“paradigma ini harus kita rubah,”pinta Saifuddin.

Ditambahkan, analisis-analisis terhadap ancaman juga dapat saja berubah dan dilakukan penyesuaian-penyesuaian. “tentu saja, penyesuaian harus disesuaikan dengan berbagai tantangan yang dihadapi dan juga tujuan masa depan yang ingin dicapai,” pungkas dosen Fakultas Hukum Unsyiah itu. ADV

Berita Terkait

Berita Terkini

Google ads